Hasil kerjasama Stube-HEMAT – GKJ Jodhog dalam mengembangkan pertanian organik di Jodhog
Terbayangkah di benak kita suatu hari
nanti tidak ada tanah untuk ditanami? Atau sejenak merenung tentang orang yang
menanam padi sebagai awal proses nasi goreng yang terhidang di meja kita?
Kesibukan demi kesibukan merampas ingatan juga perhatian kita akan pertanian
sebagai sumber pangan. Akankah nanti kalau tiba masa sulit tanpa ada sebutir
beraspun beredar di pasaran, sontak semua akan menangis penuh penyesalan betapa
kita selama ini melalaikannya?
Pertanyaan di atas menggelitik Pelayanan
Diakonia GKJ Jodhog Bantul, sebagai gereja yang tumbuh di desa untuk hidup dan
menghidupi berdasar konteks lokalitas yang dipunyai. Pdt. Hardjono, gembala
sekitar 200 jemaat yang meliputi 80 kepala keluarga, merasa tertantang “apa
yang bisa aku perbuat?”
Banyak hal telah dicoba dan
dikerjasamakan sampai pada suatu saat di medio November 2008, GKJ Jodhog
kedatangan mahasiswa yang tergabung dalam wadah STUBE HEMAT meminta ijin
melakukan serangkaian kegiatan berkaitan dengan pertanian organik di gerejanya.
Dengan terbuka, mahasiswa-mahasiswa ini diterima baik untuk mendapatkan tempat
berlatih. Jadilah gedung gereja sebagai tempat pelatihan pertanian organik.
Berawal dari pelatihan ini Pdt. Hardjono
mengenal seorang pejuang pertanian yang mendedikasikan hidupnya untuk pertanian
organik yang bernama Edi Suhermanto. Bersama mahasiswa Stube HEMAT, Pdt.
Hardjono mengajak jemaat petani belajar pertanian organik secara detail di tempat
Bpk. Edi Suhermanto, di dusun Bejen, Sleman. Rasa pesimis karena kegagalan
praktek pertanian organik masa lalu sempat membuat jemaat petani ragu-ragu
untuk memulai kembali.
Dorongan mahasiswa dan kesediaan Bapak
Edi untuk datang dan mendampingi, menggugah mereka untuk bangkit. Fokus pada
pengolahan tanah merupakan kunci dari semua usaha pertanian. Tahap demi tahap
para petani ini belajar dan mempraktekkan di lahan masing-masing. Memulai
sesuatu memang tidak mudah dan perlu perjuangan, demikian pula yang dialami
diawal proses.
Kerja keras dan kesungguhan itu ternyata
tidak sia-sia. Medio Mei 2009 mereka mulai menanam dan setelah 4 bulan, pada
bulan Agustus petani-petani ini sudah bisa panen padi. Hasilnyapun luar biasa.
Meski tanpa pupuk kimia sebagaimana selama ini dilakukan, panen tidak berkurang
bahkan sama. Bulir-bulir padi penuh berisi dibandingkan sebelumnya dengan
gambaran; dari 3 karung beras biasanya ada ½ karung bulir kosong, saat ini
hanya 1 ember.
“Saya sangat bersyukur dengan hasil yang
ada setelah kami mencoba pertanian organik dengan menitik beratkan pada
pengolahan tanah. Pekerjaan petani menjadi sangat ringan selama 3 bulan karena
sudah bekerja keras mengolah tanah diawal,” jelas Pdt. Hardjono.
“Pestisidanyapun kami dapatkan dari apa
yang ada di sekitar kami,” imbuhnya. Kesibukan sebagai pendeta dan petani
menjadi 2 dunia yang sangat menyenangkan bagi Pdt. Hardjono meskipun dia harus
turun ‘nyawah’ 3 kali setiap minggu.
Di kalangan petani Jodhog saat ini Pdt.
Hardjono lebih dikenal sebagai penyuluh pertanian dibandingkan sebagai seorang
pendeta. Hal ini tidak membuatnya terganggu bahkan dia merasa gembira bisa
dekat dengan jemaat petani bahkan para petani di sekitar Jodhog. Saat ini
jemaat petani dan petani sekitar Jodhog tergabung dalam wadah Paguyuban Tani
Organik Jodhog dengan memakai rumah Pdt. Hardjono sebagai basecamp dan separuh
anggota paguyuban ini bukan jemaat gereja.
Rupanya model gereja yang mendampingi
petani yang termuat di blog Stube HEMAT menarik perhatian Bapak Puji Sulaksono,
mahasiswa S2 theologia di Singapura yang kemudian melakukan riset di Jodhog
selama 1 bulan. “Saya sebenarnya merasa kecil dibidang pertanian dan sebuah
kehormatan mendapat perhatian untuk riset,” ujarnya saat mampir ke sekretariat.Stube
HEMAT untuk memberitahukan kabar gembira keberhasilan panen para petani
sekaligus mendiskusikan cara pemasarannya. Selain harum aroma nasi yang
dimasak, beras organik ini juga sehat karena tanpa bahan kimia dalam proses
penanamannya.
Melalui artikel ini Pdt. Hardjono
berharap bisa membuka jejaring untuk pengembangan paguyuban petani organik
Jodhog dan mengundang jemaat-jemaat untuk mencicipi beras organik hasil panen
petani-petani ini. Paguyuban terbuka apabila ada lembaga gereja atau lembaga
pendampingan masyarakat yang tertarik untuk mendampingi demi pengembangan ke
depan.
Adapun contact person paguyuban ini
melalui Pdt. Hardjono dengan nomer kontak (0274) 652 9811 atau di 0812 295
9323. *
Kerjasama terus dilanjutkan dan dikembangkan!! ayo!!
BalasHapus